Aku terkulai di bangku sunyi, merebahkan tubuh yang layu bagai bunga tanpa cahaya, terkuras habis oleh waktu yang menggilir tanpa belas kasih. Jemariku menari di atas layar ponsel, meninggalkan jejak-jejak kecil di permukaannya, tenggelam dalam dunia tak bersuara.
Senja merayap perlahan di ufuk barat, menggantungkan kelabu di cakrawala. Angin berbisik lirih, membawa aroma tanah yang rindu disentuh basah. Awan-awan menggendong beban kerinduan, menanti saatnya luruh dalam pelukan bumi. Dalam hening yang nyaris abadi, hujan pun turun seperti pesan tanpa suara, meresap ke relung yang haus akan kenangan. Membasahi tanah yang gersang, memberi kehidupan bagi ladang yang kering kehitaman.
Di tengah gemuruh rintik yang jatuh tanpa henti, aku tenggelam dalam layar ponselku, hingga langkah kecilmu yang mendekat membuatku tersadar dari kesunyian. Aku yang sedari tadi terhanyut dalam kesibukanku, hanya bisa terheran saat kau menghampiriku dengan raut muram diwajahmu. Sekilas, aku mengira telah melakukan kesalahan, namun ternyata, kau hanya ingin meminta foto yang tadi siang sempat kuambil dengan ponselku.
Dengan senang hati aku pun menyerahkan ponsel yang sedang ku genggam, tanpa pesan singkat kau menggulir layar ponselku dengan jemari mungilmu yang lincah, wajahmu serius, tatapanmu tak teralihkan. Aku hanya bisa terdiam menatap wajahmu yang manis tanpa mengucapkan sepatah kata pun, tidak ingin rasanya aku mengganggumu.
Tak ada yang paling kuingat dari hujan sore itu, selain melihat senyummu merekah ketika kau menemukan foto yang kau suka, lalu berubah muram saat foto lainnya tak sesuai ekspektasimu. rasanya aku telah melakukan kesalahan, sebab itu, dengan hati-hati aku menawarkan, “Mau, aku fotoin ulang?” tanyaku.
Kau menggeleng kecil, lalu berkata, “Enggak ah, besok aja. Besok mau make-up dulu biar cantik.” jawabnya sambil tersenyum kecil.
Aku terheran dibuatnya. Bagaimana bisa bibir yang selalu terbungkus dingin dan angkuh keluar kalimat seperti itu? apalagi untuk orang sepertiku. Kalimat itu terngiang dalam kepalaku sepanjang malam, seperti angin yang tak lelah membisikkan namamu di sela-sela rinduku.
Malam itu terasa panjang bagiku, sekaan waktu enggan beranjak. Aku terbaring menatap langit-langit kamar, membiarkan bayang-bayang pikiranku menari bersama kelam. Kata-katamu sore tadi terus terngiang di kepalaku, terus berulang seperti bisikan halus yang enggan menghilang.
Aku mencoba memejamkan mata, tapi suaramu seolah masih ada di sana, menyusup di antara hembusan angin yang masuk melalui celah jendela. Rasa penasaran dan debaran halus bercampur menjadi satu, membuatku terjaga lebih lama dari biasanya. Aku bertanya-tanya, apakah kata-kata itu memiliki makna lebih? atau hanya sekadar untaian biasa yang terlalu dalam kuartikan?
Tak terasa gelap pun jatuh, dijung malam menuju pagi yang dingin, dan yang kunanti pun akhirnya menjelma nyata. Kata-katamu sore itu berputar di benakku seperti angin yang tak henti berbisik, membuatku bersiap lebih rapi dari biasanya bagai senja yang merapikan diri sebelum tenggelam.
Tak lama waktu berselang, kau datang menghampiriku, berbalut blazer hitam dengan wajah yang telah kau solek riasan anggun. Kau terlihat begitu cantik kala itu, bagai aruna yang muncul di ufuk timur, sinar hangatnya menjelma senyum merona di wajahmu. Membuat duniaku terhenti, mulutku seketika membisu, tingakahku kacau.
Terlebih saat langkahmu beralih mendekatiku dengan senyum manismu, aku semakin dibuat salah tingkah. Namun, di tengah kegelisahan aku berusaha mengumpulkan keberanian, untuk meminta satu hal yang selama ini tak pernah berani kupinta. "
Kamu cantik benget hari ini, boleh foto bareng?" tanyaku ragu dengan nada lirih dan tubuh yang sedikit gemetar. Aku tak berharap apa-apa selain penolakan. Dan ternyata aku salah, justru kau tersenyum lalu mengiyakan, “boleh ko, mau dimana?” jawabmu.
Aku pun girang tak karuan. Padahal hanya sebuah foto bersamamu, tapi rasanya seakan aku telah menggenggam dunia.
Ah dasar, aku yang berlebihan.
Karya ini telah terbit dalam serial: Jurang Temu II
Catatan:
Penulis memilih untuk menjaga anonimitas, karya ini tidak melalui proses penyuntingan. Hubungi kami jika ada kendala.
Posted by 

comment 0 Comments
more_vert