Beberapa pertemuan terasa seperti kebetulan, sementara yang lain seperti takdir yang enggan pergi. Aku pikir, kisah ini telah usai oleh waktu dan jarak. Namun semesta kembali bersenda gurau denganku, ia menghadapkanku sekali lagi dalam takdir yang serupa. Aku yang berusaha menjauh, kini justru terjebak dalam pusaran waktu, memutar kembali piringan usang yang nyaris kubuang.
Mentari seolah sangat ceria hari itu, namun kontras dengan suasana hatiku, pasalnya, kampus mengharuskan kami mahasiswa akhir menjalani praktikum lapangan, di banyak daerah yang telah dipetakan. Dan entah kebetulan atau lelucon semesta, aku ditempatkan di lokasi yang sama dengannya. apakah ini ayat semesta? Entahlah.
Takdir memang menjahiliku lewat caranya yang konyol. lembaran berdebu yang sudah kututup dengan rapat selama dua tahun, terpaksa kubuka kembali, tidak ada penyangkalan dalam jeda rasa, senja mulai membiru, iringi rindunya yang selama ini kupendam.
Antara bahagia yang mekar seperti bunga pertama di musim semi, dan kecewa yang mengendap seperti senja yang kehilangan warnanya. Tubuhku bergeming namun hati berbisik tak henti. Aku bodoh dalam menjatuhkan pilihan, sebab pilihanku, ingin mengenalmu sekali lagi.
Aku tak mengerti lantaran menjatuhkan pilihanku untuk mengenalmu kembali, “mungkin saja ini peruntungan. sebab mencoba kesempatan itu lebih baik, daripada tak melakukan apapun, lagipula, toh kita yang menjalaninya, ya walapun konsekwensinya akan kecewa, dasar bodoh”.
Namun, nyatanya yang kukhawatirkan tak pernah menjadi nyata. Ia menjelma menjadi delusi, ketakutan yang tumbuh liar dalam angan. Sebab yang tak kusangka, justru kehadirannya menjadikan warna baru dalam hidupku yang kelabu.
Aku yang dulu kerap bermalasan saat kuliah, kini justru mendadak paling rajin. bagai reinkarnasi, aku seolah terlahir kembali sebagai pribadi yang berbeda.
Nyatanya memang demikian, setiap pertemuan denganmu terasa seperti musim semi, seruni mekar, yang menghapus dinginnya angin musim lalu. Jika boleh meminta, rasanya ingin memohon pada waktu, agar tak terburu-buru menggiring hari itu pergi, sebab satu bulan bersamamu rasanya begitu singkat.
Perjalanan membawaku pada saat kau bertanya tentang hal-hal yang tak kau pahami, aku menjelaskan dengan penuh semangat, meski tanpa sadar penjelasanku melebar kemana-mana. Aku pun meminta maaf, takut kau bosan dan risih mendengarnya. Tapi kau malah tersenyum dan berkata, “Makasih yah udah dijelasin.”
Ah, lelaki mana yang tak luluh, saat gadis pujaan hati berterimakasih dengan senyum manis di wajahnya?
Tapi seketika aku sadar, aku hanyalah seseorang yang ingin mengenalmu lebih dekat, sementara engkau? Mungkin tak pernah merasa demikian.
Karya ini telah terbit dalam serial: Jurang Temu
Penulis memilih untuk menjaga anonimitas, karya ini tidak melalui proses penyuntingan. Hubungi kami jika ada kendala.
Posted by 

comment 0 Comments
more_vert