Adam Aththaariq
6510051498749449419

Pendekatan Tasawuf dalam Pendidikan Agama Islam

Pendekatan Tasawuf dalam Pendidikan Agama Islam
Add Comments
Rabu, Juni 04, 2025
Pendekatan Tasawuf dalam Pendidikan Agama Islam - Seminar HMPS PAI
Seminar Tasawuf HMPS PAI

Penulis: Adam Aththaariq dan Evi Rahmawati

RUAS, Ciamis — Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Pendidikan Agama Islam menggelar Seminar Pendidikan bertajuk "Pendekatan Tasawuf dalam Pendidikan Agama Islam" di Fakultas Tarbiyah, Rabu (04/06).

Ketua pelaksana Asep Saepul menyampaikan bahwa seminar ini bertujuan merespons tantangan dalam dunia pendidikan yang semakin kompleks, khususnya dalam konteks Pendidikan Agama Islam.

"Tantangan dalam dunia pendidikan semakin kompleks, khususnya dalam Pendidikan Agama Islam, degradasi moral menjadi tantangan nyata. Maka dari itu kami membawa tema ini," ujarnya. Ia menambahkan bahwa pendekatan tasawuf dapat "menyeimbangkan aspek lahiriah dan batiniah."

Abdul Majid, selaku ketua HMPS PAI menegaskan bahwa tasawuf memiliki peran penting dalam mengembangkan pola berpikir kritis, "dengan tasawuf, kita dapat menstukturkan sebuah ilmu pengetahuan agar tidak rancu. Contohnya, ketika kita mencari sebuah ilmu pengetahuan tetapi dalam pikiran kita itu acak-acakan, maka belajar tasawuf itu dapat menstrukturkan lebih baik."

Tasawuf sebagai Bahan Baku Ilmu

Pemateri utama, K. Ayub Abdul Rakhman, S.Pd. dari Buntet Pesantren, menjelaskan bahwa tasawuf merupakan dasar dari berbagai ilmu.

"Tasawuf itu adalah kapal besar ilmu, yang bisa dimaknai secara spesifik ataupun konkret. Tasawuf itu bahan baku ilmu, dan bukan dari para ulama-ulama tapi dari Nabi Muhammad SAW."

Ia juga menyebutkan tiga metode pendekatan dalam pembelajaran tasawuf:

  1. Thariqatul Ta'lim: pendidikan formal maupun informal.
  2. Thariqatul Dzikri: pentingnya kehadiran seorang mursyid (guru) atau muqaddam (murid).
  3. Thariqatul Hikmah: pengabdian kepada figur tertentu secara spesifik.

"Ketiga metode yang digunakan (di Buntet Pesantren), itu metode pendidikan. Soal nanti, pembelajarannya, itu bin nafsi (masing-masing)," jelasnya.

Lebih lanjut, Gus Ayub menegaskan bahwa ilmu tasawuf secara fundamental tekstual bersandar pada visi nabi Muhammad SAW, yaitu:

Ø¥ِÙ†َّÙ…َا بُعِØ«ْتُ Ù„ِØ£ُتَÙ…ِّÙ…َ Ù…َÙƒَارِÙ…َ الْØ£َØ®ْلاَÙ‚ِ
“Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (H.R. Al-Baihaqi, hd. 21301)

Peran Tasawuf dalam Pendidikan dan Kehidupan Bernegara

Gus Ayub menyoroti hubungan erat antara tasawuf dan fiqih dalam pengembangan spiritual dan hukum Islam.

"Ulama terdahulu sepakat, berfiqih tanpa tasawuf itu fasik (penyimpangan), bertasawuf tanpa berfiqih itu syirik (menyekutukan Allah)."

Ia menekankan pentingnya kedua ilmu ini dalam kehidupan bernegara dan membentuk sistem pendidikan berbasis Islam.

"Dalam bernegara sangat dibentuk pola tasawuf, dengan banyak melahirkan sistem-sistem pendidikan di bawah naungan Islam, ini merupakan representasi dari aktualnya tasawuf sebagai metode," tekannya.

Menurutnya, sasaran utama tasawuf secara ilmu adalah hati (qalbu), karena itu yang dilihat oleh Allah SWT. "Allah itu melihat kita bukan dari ucapan atau perbuatan, tapi dari hati. Maka lahir lah thariqatul dzikri, untuk menjaga kebersihan hati dengan berdzikir."

Tasawuf dalam Kesadaran Manusia

Gus Ayub menjelaskan bahwa tasawuf merupakan bagian dari kesadaran dasar manusia, meski sering kali tidak disadari.

"Ilmu tasawuf masih berada di bawah alam sadar manusia. Padahal manusia itu sedang berpraktik tasawuf. Dirinya melayani dirinya, dikasih makan tiap hari, dimandikan. Kita melayani diri kita dengan sangat lembut."

Sikap-sikap naluriah ini bisa menjadi bagian dari praktik tasawuf jika disertai kesadaran dan niat. "Ilmu ketika menjadi kebiasaan saja, kualitasnya akan menurun. Tapi, ilmu yang disadari, dijadikan sebagai hal yang luar biasa, kualitasnya akan meningkat," sambungnya.

Namun demikian, ia menyayangkan masih adanya pandangan yang menganggap tasawuf sebagai ilmu abstrak dan bias, dengan contoh-contoh pelaku tasawuf keluar dari sistem pendidikan formal. Menurutnya, hal ini menjadi tantangan dalam mengintegrasikan tasawuf ke dunia pendidikan arus utama.