RUAS, Ciamis — Di Indonesia, setiap tanggal 17 pada bulan Mei memperingati Hari Buku Nasional (Harbuknas). Ini menjadi pilar penting dalam usaha menghargai peran buku, baik dalam keadaan internal maupun eksternal.
Momen ini tentu menjadi pengingat bagi berbagai aspek fundamental bahwa literasi menjadi fondasi utama dalam memajukan suatu bangsa.
Hal ini sejalan dengan pendapat Jack Goody, bahwa literasi dianggap penting karena peranannya dalam menentukan kredit suatu negara dalam memajukan bangsa. [1]
Sejarah Hari Buku Nasional
Dilansir dari laman Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, hari Buku Nasional Indonesia (Harbuknas) merupakan peringatan tahunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan minat masyarakat terhadap budaya membaca buku.
Harbuknas diperingati setiap tahun pada tanggal 17 Mei, hari berdirinya Perpustakaan Nasional RI pada tahun 1980. Harbuknas pertama kali diperingati pada tahun 2002 oleh Abdul Malik Fadjar, mantan menteri pendidikan pada kabinet Gotong Royong.
Peringatan Harbuknas dilatarbelakangi oleh rendahnya angka melek huruf dan penjualan buku di Indonesia saat itu. Menurut data UNESCO tahun 2002, angka melek huruf orang Indonesia dewasa atau penduduk berusia 15 tahun ke atas hanya 87,9 persen.
Angka ini lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia (88,7 persen), Vietnam (90,3 persen) dan Thailand (92,6 persen). Selain itu, Indonesia hanya mampu mencetak rata-rata 18.000 buku per tahun, jauh di bawah Jepang (40.000 judul) dan China (140.000 judul).
Refleksi Literasi
Hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 menunjukkan bahwa tingkat literasi membaca siswa Indonesia masih tergolong rendah. Rata-rata skor membaca siswa Indonesia hanya mencapai 358, jauh di bawah rata-rata negara anggota OECD yang sebesar 476. [2]
Justru, skor membaca siswa Indonesia mengalami penurunan signifikan, dari 405 pada tahun 2018 menjadi 358 pada tahun 2022. [3]
Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan peringkat lebih disebabkan oleh penurunan performa negara lain, bukan karena adanya perbaikan nyata dalam kemampuan literasi siswa Indonesia.
Lebih memprihatinkan lagi, hanya 25% siswa Indonesia yang mampu mencapai Level 2—tingkatan minimal yang menunjukkan kemampuan memahami ide pokok dalam teks dengan tingkat kompleksitas sedang. Sebagai perbandingan, rata-rata siswa di negara-negara OECD yang mencapai Level 2 mencapai 74%. [2]
Dengan begitu, meskipun peringkat Indonesia dalam kategori literasi membaca naik 5 hingga 6 posisi dibandingkan dengan PISA 2018, kenaikan ini tidak mencerminkan peningkatan kualitas pembelajaran secara substansial, melainkan penurunan skor rata-rata negara lain. [3]
Referensi:
[1] Pentingnya Literasi Menurut Para Ahli: Membuka Pintu Pengetahuan. (2023). https://unkal.ac.id/2023/12/21/literasi-menurut-para-ahli
[2] PISA 2022 Results (Volume I and II) - Country Notes: Indonesia. (2023). https://www.oecd.org/en/publications/pisa-2022-results-volume-i-and-ii-country-notes_ed6fbcc5-en/indonesia_c2e1ae0e-en.html
[3] Indonesia’s Ranking in PISA 2022 has Increased by 5 to 6 Positions Compared to 2018. (2023). https://www.polibatam.ac.id/en/indonesias-ranking-in-pisa-2022-has-increased-by-5-to-6-positions-compared-to-2018
comment 0 Comments
more_vert