Adam Aththaariq
6510051498749449419

Merayakan Hari Buku Sedunia: Membangkitkan Semangat Literasi di Era Digital

Merayakan Hari Buku Sedunia: Membangkitkan Semangat Literasi di Era Digital
Add Comments
Rabu, April 23, 2025

Gambar: Books/clipart-library.com
Penulis    : Fauziah Rifna

Setiap tanggal 23 April, dunia memperingati Hari Buku Sedunia, sebuah momentum penting yang didedikasikan untuk merayakan buku, penulis, dan pentingnya literasi bagi peradaban manusia.

Hari Buku Sedunia pertama kali diprakarsai oleh UNESCO pada tahun 1995, sebagai bentuk penghargaan terhadap kontribusi buku dalam membentuk masyarakat yang berpengetahuan dan inklusif.

Tanggal ini juga dipilih untuk menghormati kematian tokoh sastra besar seperti William Shakespeare dan Miguel de Cervantes yang meninggal pada tanggal 23 April 1616.

Di berbagai negara, Hari Buku Sedunia dirayakan dengan beragam kegiatan, mulai dari pameran buku, diskusi literasi, hingga gerakan membaca bersama.

Di Indonesia, peringatan ini menjadi momen refleksi terhadap tingkat literasi masyarakat yang masih menjadi tantangan tersendiri.

Berdasarkan data dari UNESCO dan berbagai lembaga internasional, indeks literasi Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara.

Meski begitu, berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan minat baca, terutama di kalangan generasi muda.

Salah satunya adalah program perpustakaan keliling yang digagas oleh komunitas-komunitas literasi di berbagai daerah.

Di Jakarta, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan mengadakan pameran buku bertema "Buku dan Masa Depan Generasi Digital" di Taman Ismail Marzuki.

Acara tersebut menarik perhatian ratusan pelajar, mahasiswa, hingga keluarga yang ingin memperkenalkan buku kepada anak-anak mereka sejak dini.

“Kami ingin menunjukkan bahwa buku tetap relevan di era digital, bahkan menjadi jembatan antara dunia nyata dan dunia maya,” ujar Kepala Dinas Perpustakaan Jakarta, Retno Sari.

Dalam sambutannya, ia menekankan bahwa budaya membaca harus dimulai dari rumah, dengan peran orang tua yang aktif membacakan buku.

Selain pameran, acara tersebut juga menghadirkan penulis-penulis muda untuk berbagi pengalaman tentang proses kreatif dalam menulis.

Penulis novel remaja, Raka Pratama, mengatakan bahwa membaca adalah langkah awal sebelum menjadi seorang penulis yang baik.

“Saya memulai dari membaca komik dan cerita pendek. Dari sana, saya belajar tentang alur, karakter, dan konflik,” katanya.

Di kota-kota lain seperti Yogyakarta dan Bandung, kegiatan serupa juga digelar, termasuk lomba menulis cerpen dan bedah buku.

Di Surabaya, ribuan buku dibagikan gratis di beberapa titik taman kota dalam program “Buku untuk Semua”.

Warga sangat antusias, bahkan beberapa pengunjung membawa tas khusus untuk membawa pulang buku-buku tersebut.

Tak hanya buku-buku baru, panitia juga menyediakan koleksi buku bekas layak baca yang berasal dari donasi masyarakat.

Hari Buku Sedunia juga menjadi momentum untuk mengingatkan pentingnya hak atas akses informasi dan pendidikan yang setara.

UNESCO mengangkat tema tahun ini: “Read Your Way: Empowering Minds Through Reading”, yang menyoroti peran membaca dalam membentuk identitas dan kebebasan berpikir.

Tema ini relevan dengan tantangan zaman, di mana banjir informasi sering kali membingungkan dan menyebabkan disinformasi.

Buku, dengan segala kedalaman dan keandalan isinya, menjadi sumber pengetahuan yang lebih terstruktur dan terpercaya.

Di era media sosial dan konten instan, membaca buku membantu memperkuat daya pikir kritis dan kemampuan refleksi.

Meski e-book dan audiobook semakin populer, banyak orang masih menyukai sensasi membaca buku fisik.

“Ada rasa tenang saat membuka halaman demi halaman. Itu tak tergantikan,” ujar Dina, mahasiswa sastra di Bandung.

Hari Buku Sedunia juga menjadi ajang untuk menggalang gerakan sosial, seperti membangun rumah baca di daerah tertinggal. Sejumlah organisasi nirlaba memanfaatkan momen ini untuk mengumpulkan dana dan buku demi menjangkau anak-anak di pelosok negeri. Perayaan ini bukan sekadar seremoni, tapi ajakan untuk terus menghidupkan budaya membaca dalam kehidupan sehari-hari.  Dengan membaca, kita tidak hanya memperkaya pengetahuan, tetapi juga membuka jendela menuju dunia yang lebih luas dan penuh harapan.