Aku adalah perempuan yang dituntut menjadi gunung: kokoh, tak tergoyahkan, dan selalu berguna bagi siapa pun yang mendaki. Aku adalah tempat banyak harapan ditanamkan, tempat banyak mimpi digantungkan. Tapi di balik wajahku yang seperti batu karang, ada jiwa kecil yang ingin menangis, ingin tertawa tanpa alasan, ingin berlari tanpa peduli ke mana. Jiwa kecil itu, mungkinkah ada yang akan memeluknya?
Hari-hariku adalah serangkaian tugas. Aku harus bijak dalam berkata-kata, harus paham kapan memberi bahu untuk bersandar, harus kuat memikul beban yang tak pernah aku pilih. Aku menjadi lilin yang terus menerangi, bahkan jika itu berarti aku harus meleleh. Tetapi apa yang terjadi pada perempuan yang tak pernah diberi waktu untuk menjadi anak kecil lagi? Aku ingin tahu: siapa yang akan memahami bahwa di dalam diriku ada taman kanak-kanak yang merindukan hujan rintik, suara canda, dan pelukan hangat tanpa tuntutan?
Ada hari-hari di mana aku merindukan tawa polos yang tak dicemari tuntutan dunia dewasa. Aku ingin sesekali menjadi perempuan yang tak perlu tahu segalanya, tak perlu paham segalanya, tak perlu menjadi segalanya. Aku ingin bisa salah tanpa rasa takut, ingin bisa berkata "Aku lelah" tanpa khawatir mengecewakan siapa pun. Tetapi, dunia ini terlalu sering memandang perempuan sebagai pahlawan tanpa lelah, pelindung tanpa jeda.
Kadang-kadang aku menutup mataku dan membayangkan aku adalah anak kecil yang berlari di padang ilalang, tanganku menjulur menyentuh angin. Aku membayangkan ada seseorang di sana, seseorang yang memelukku erat dan berkata, "Kamu tidak perlu menjadi apa pun hari ini. Jadilah dirimu saja." Tapi ketika aku membuka mata, kenyataan kembali menamparku dengan suara alarm pagi, dengan daftar tugas yang tak pernah berakhir.
Jiwa kekanak-kanakanku kini seperti bunga yang terlupakan, tumbuh liar di sudut hati yang jarang aku jamah. Ia tidak mati, tetapi layu dalam kesunyian. Aku bertanya-tanya, apakah dunia ini tahu bahwa setiap perempuan yang terlihat kuat sebenarnya memiliki sudut hati yang rapuh? Apakah ada yang peduli pada sudut kecil itu?
Aku tidak menyesal menjadi perempuan yang berguna. Aku bangga bisa membantu, bisa menjadi pelita bagi yang tersesat. Tapi aku juga ingin tahu, kapan aku bisa menjadi perempuan yang hanya ingin dihibur oleh dongeng sebelum tidur? Kapan aku bisa menjadi anak kecil yang menangis tanpa diminta untuk segera menghapus air matanya?
Mungkin suatu hari, aku akan menemukan seseorang yang bisa melihat jiwaku yang sesungguhnya—jiwa yang masih menyimpan serpihan pelangi dari masa kecilku. Seseorang yang tidak hanya memintaku menjadi gunung, tetapi juga memeluk taman kecil di dalam diriku. Hingga saat itu tiba, aku akan tetap menjalani hidup ini dengan senyum yang kupaksakan kuat, dengan jiwa kekanak-kanakan yang kusimpan rapi dalam kotak kecil di hatiku.
Namun diam-diam, aku terus berdoa. Karena aku tahu, bunga yang layu pun bisa bermekaran lagi jika disentuh oleh cinta yang tulus. Mungkin suatu hari nanti, ada tangan yang akan memeluk jiwa kecilku dan berkata, "Kamu tidak harus selalu berguna. Kamu sudah cukup, hanya dengan menjadi dirimu."
Posted by 

comment 0 Comments
more_vert