Penulis : Adam Aththaariq
RUAS, Ciamis. Rabu, 20 November 2024 – Sistem pendidikan di Indonesia masih terlalu berorientasi pada hasil ujian dan nilai, sehingga mengabaikan pengembangan kreativitas dan potensi siswa secara menyeluruh.
Akibatnya, pendidikan lebih menyiapkan siswa sebagai "robot penjawab soal" daripada manusia yang mampu berpikir kritis dan inovatif.
Sebuah laporan dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2022 menyatakan bahwa pendidikan yang terlalu fokus pada ujian dapat mengurangi motivasi intrinsik siswa untuk belajar dan menghambat pengembangan keterampilan berpikir kritis serta kreativitas. [1]
Pendidikan yang terlalu berorientasi pada hasil ujian sering mengurangi peluang siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis yang berkelanjutan. Sebagai contoh, hanya sekitar 47% siswa yang rutin bertanya ketika tidak memahami materi matematika. [1]
Di Indonesia, sistem pendidikan sering kali lebih menekankan hafalan daripada pemahaman. Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA) 2022, rata-rata siswa Indonesia berada di bawah tingkat kompetensi minimum dalam membaca, matematika, dan sains. Hal ini mencerminkan kurangnya pendekatan pembelajaran berbasis konsep dan pemecahan masalah.
Selain itu, pandangan para ahli pun menyuarakan kekhawatiran. Pakar pendidikan, Achmad Hidayatullah, Ph.D., menyebutkan bahwa pemangku kebijakan mungkin beranggapan bahwa UN dapat memotivasi siswa untuk belajar. Namun, ia menyoroti bahwa kenyataannya justru sebaliknya, karena banyak siswa mengalami stres dan kecurangan marak terjadi. Selanjutnya, Ia juga berpendapat bahwa UN bisa melemahkan karakter siswa. [2]
Tidak hanya itu, beban ujian yang berat juga membuat siswa merasa tertekan. Ini diperparah dengan praktik bimbingan belajar yang hanya mengajarkan trik menjawab soal tanpa mendukung penguasaan materi secara mendalam.
Selaras dengan laporan Education at a Glance 2024 mencatat bahwa sistem seperti ini menghambat pengembangan kemampuan berpikir kreatif, kolaborasi, dan inovasi, keterampilan yang dibutuhkan di era globalisas. [3]
Jika sistem pendidikan kita terus berorientasi pada ujian dan angka, Indonesia berisiko kehilangan generasi kreatif yang mampu menghadapi tantangan masa depan.
Sudah saatnya kita mengubah paradigma pendidikan, dari sekadar mengejar nilai menjadi mendidik siswa untuk berpikir kritis, kreatif, dan inovatif. Pendidikan harus menjadi sarana untuk mengembangkan manusia secara utuh, bukan sekadar mencetak robot penjawab soal.
Sumber:
[1] OECD (2024), PISA 2022 Results (Volume V): Learning Strategies and Attitudes for Life, PISA, OECD Publishing, Paris, https://doi.org/10.1787/c2e44201-en.
[2] Perlukan UN kembali Diberlakukan Sekolah. Diakses dari, https://www.detik.com/edu/sekolah/d-7612697/perlukah-un-kembali-diberlakukan-sekolah-ini-pendapat-pakar-pendidikan
[3] OECD (2024), Education at a Glance 2024: OECD Indicators, OECD Publishing, Paris, https://doi.org/10.1787/c00cad36-en.
Posted by 

comment 0 Comments
more_vert